Hingga tahun 2017, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan jumlah penduduk Indonesia mencapai angka 262 juta jiwa. Dari jumlah tersebut diperkirakan “Setiap tahunnya ada sekitar 2,5 juta anak Indonesia melakukan prosedur sirkumsisi,” jelas dr. Rudi Azharudin, dalam Munas Asosiasi Dokter Khitan Indonesia (ASDOKI), 5-6 Mei 2018.
Dari angka tersebut, dapat dikatakan sirkumsisi merupakan salah satu tindakan bedah minor yang paling banyak dilakukan dokter di Indonesia. Sayangnya tidak semua dokter dapat melakukan tindakan sirkumsisi ini.
Akhir-akhir ini dengan berkembangnya teknologi sirkumsisi, seperti ditemukannya metode klem, hal ini mempermudah sejawat dalam melakukan prosedur sirkumsisi, termasuk didalamnya penggunaan Alis klamp.
Pada Alis Klamp, terdapat tiga komponen utama, yaitu klem, tabung dan perangkat kunci. “Penguncian mudah dilakukan,” jelas dr. Rudi. Menjadi satunya desain tabung klem dengan bagian pengunci klem, memudahkan dokter dalam melakukan prosedur sirkumsisi.
Hingga saat ini Alis Klamp setidaknya sudah digunakan oleh para tenaga medis di 22 Negara, termasuk di dalamnya Indonesia. “Saya pernah mendapati Alis Klamp yang palsu,” jelas dr. Rudi. Pembelian klem pada perusahaan/ distributor alat medis khususnya khitan yang tepat menjadi salah satu upaya mencegah beredarnya produk palsu klem.
Klem menjadi sangat popular di kalangan masyarakat dan paraktisi khitan karena memiliki beberapa keunggulan, diantaranya; aman karena sistim ini dapat mencegah terjadinya cidera/ trauma pada gland penis, serta sangat mudah pengaplikasiannya. “Pasang, Klik dan Potong,” tambah dr. Rudi. Karena sekali pakai, klem mampu mencegah risiko infeksi yang merupakan salah satu komplikasi pasca tindakan sirkumsisi. Metode klem juga lebih disarankan bagi mereka pasien dengan hemophilia yang hendak melakukan khitan. Untuk penandaan atau marker, dr. Rudi menyarankan untuk melebihi 1-2 mm dari corona glans penis.
Terkait dehiscence yang kerap terjadi pada penggunaan klem terutama pada sirkumsisi dewasa, ini dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya; pemotongan yang terlalu pendek, terlalu sering ereksi pasca sirkumsisi, mukosa yang terlalu panjang, pelepasan klem sebelum waktunya, kulit prepusium yang tebal dan adanya trauma paska sirkumsisi.